Kamis, 22 September 2016

Kesiapsiagaan Menghadapi Debarkasi Haji Antara Palangka Raya Tahun 2016

Kesiapsiagaan Menghadapi Debarkasi Haji Antara Palangka Raya Tahun 2016
Oleh: Elvan Virgo Hoesea, SKM

Foto dari http://waktoe.com
Guna mengantisipasi ancaman penyakit global serta masalah kesehatan masyarakat yang merupakan masalah darurat yang menjadi perhatian dunia atau Public Health Emergency of Intenational Concern (PHEIC), maka dalam International Health Regulation (2005) dinyatakan bahwa surveilans epidemiologi merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap unsur di suatu negara (Depkes RI 2007, KMK 424).
Tahapan pelaksanaan pemberangkatan jamaah calon haji di  Embarkasi Haji Antara Palangka Raya tahun 2016 yang dimulai tanggal 17 – 21 Agustus 2016 dengan jumlah jamaah 1.096 orang dari 13 kabupaten dan 1 kota  telah dilaksanakan dengan baik.

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai salah satu instansi pemerintah yang merupakan unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian  Kesehatan dan berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan juga memiliki tugas untuk melaksanakan pelayanan kesehatan haji pada pemeriksaan kesehatan akhir di embarkasi dan debarkasi (Depkes RI 2008, PMK 356).

Penyakit yang menjadi perhatian utama yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah haji adalah meningitis meningokokus yang merupakan penyakit pada manusia yang menyerang lapisan selaput otak atau meninges yang disebabkan oleh bakteri Neisseria Meningitidis. Masalah kesehatan lain  yang dihadapi adalah terjadinya kasus Corona virus  pada April  2012,  corona virus menyebabkan penyakit pernafasan yang dilaporkan Arab Saudi sehingga disebut MERS CoV (Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus). Data dari WHO menyebutkan telah terjadi kasus MERS-CoV dengan 155 kasus MERS-CoV dan 51 orang meninggal (Laporan WHO, 25 Juli 2016).

Salah satu kegiatan surveilans yang  dilakukan pada saat jamaah haji datang setelah melaksanakan ibadah haji adalah pemeriksaan suhu tubuh Jamaah  Haji  ketika tiba di tanah air sebagai upaya identifikasi gejala awal penyakit meningitis meningokokus maupun MERS-CoV sehingga penyebaran lebih luas dapat dicegah. Masalah kesehatan lainnya adalah jumlah  jamaah haji yang berangkat dengan risiko tinggi sebanyak 778 orang atau  71 %  dari total  1.096  jamaah haji Propinsi Kalimantan Tengah tahun 2016..

Pelaksanaan kegiatan surveilans kesehatan haji juga dilaksanakan setelah jemaah haji kembali ke Indonesia dalam rangka peningkatan sistem Kewaspadaan Dini ( SKD ) terhadap Kejadian Luar Biasa ( KLB ) Meningitis Meningokokus yang dimulai dari bandara debarkasi dan didaerah asal jemaah. Kegiatan ini meliputi pengumpulan informasi kasus penyakit menular yang terjadi pada jemaah haji Indonesia di Arab Saudi. Data didapat dari petugas TKHI yang mendampingi jemaah haji. Berdasarkan data epidemiologi tersebut maka dilakukan pengamanan terhadap kasus, peningkatan pengamatan jemaah haji  yang kembali, melakukan pemeriksaan laboratorium bila diperlukan, memberikan dan melakukan pelacakan terhadap Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah Haji ( K3JH ), pencatatan, pelaporan dan penyebarluasan informasi kegiatan debarkasi haji.

Skema Pengumpulan Data Surveilans Kesehatan Haji

Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit menular ke seluruh dunia khususnya Indonesia dengan kedatangan jamaah haji Indonesia dan pelaku perjalanan yang secara tidak sengaja tertular penyakit MERS-CoV, Yellow Fever dan penyakit lainnya maka diperlukan kesiapsiagaan dengan :

  1. Menyiapkan sarana pelindung diri bagi petugas yang berhadapan langsung dengan pelaku perjalanan dan jamaah haji seperti petugas skrining jamaah di bandara dan asrama haji, sopir bis angkutan jamaah, sopir ambulance, ground handling bandara dengan menggunakan masker N95, sarung tangan steril, menggunakan baju lengan panjang dan selalu melakukan PHBS dengan menyediakan handscrub
  2. Melakukan surveilans terhadap pelaku perjalanan yang datang dari daerah terjangkit dipintu masuk pelabuhan dan bandara dan asrama haji dengan melakukan tindakan pengukuran suhu tubuh dengan thermal scanner ataupun thermometer digital dan pemberian Health Alerd Card (HAC) dengan memberikan KIE apabila dalam waktu 14 hari setelah datang melakukan perjalanan merasa sakit khususnya demam suhu  > 38°C harus segera melaporkan dan memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan agar segera dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit PIE bila ditemukan kasus PIE pada jamaah haji dan pelaku perjalanan.